“Setiap warga negara berhak
mendapat pendidikan”. Sebuah kalimat yang termaktub dengan gagah dalam UUD 1945
Pasal 31 Ayat 1 tersebut mengindikasikan bagaimana besarnya kewajiban pemenuhan
pendidikan bagi setiap warga negara Indonesia. Menyadari akan hal itu,
pemerintah kini terus berupaya dalam memenuhi hak belajar bagi setiap siswa
dalam keadaan dan kondisi apapun, termasuk saat pandemi seperti sekarang ini.
Karenanya berbagai usaha terus dilakukan dalam rangka mengupayakan jalannya
roda pendidikan pada setiap sekolah di seluruh penjuru negeri.
Sementara itu, wabah corona
yang melanda dunia sejak akhir tahun lalu kian menjangkiti umat manusia. Tak
hanya itu, corona dengan segala keganasannya telah melumpuhkan perputaran roda
kehidupan normal yang biasanya dilakukan. Akibatnya hampir semua sektor
kehidupan harus berubah haluan dan ikut menyesuaikan diri dengan keadaan
sekarang. Berbagai aspek kehidupan manusia ikut lumpuh seiring dengan
merebaknya wabah tersebut. Tak terkecuali pendidikan yang ikut terkena imbas
virus ini, hingga berakibat pada berubahnya roda pendidikan normal untuk
sementara waktu.
Menindaklanjuti hal ini,
pemerintah kemudian mengeluarkan surat edaran yang meminta sekolah untuk
ditutup sementara waktu sebagai upaya pencegahan penyebaran covid-19. Penutupan
sekolah kemudian disusul dengan pengahapusan ujian nasional bagi siswa kelas
akhir dan rilis kurikulum khusus pelaksanaan pendidikan ditengah pandemi
covid-19, hingga pemberian kuota internet pendukung pembelajaran bagi guru dan
siswa. Ikhtiar yang dilakukan pemerintah ini merupakan wujud nyata terhadap
amanat UUD sebagaimana yang telah disebutkan di atas.
Disaat pemerintah terus
berupaya dengan berbagai langkah demi terwujudnya pemenuhan hak pendidikan
siswa ditengah pandemi covid-19, fenomena lain justru terjadi pada guru dan
siswa selaku aktor pendidikan. Pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) akibat
dampak corona, membuat guru dan siswa sedikit kelimpungan dan patah arah. Hal
ini dapat dilihat dari berbagai fenomena yang kemudian muncul disaat PJJ
pertama kali diberlakukan. Selain membuat siswa merasa tertekan, PJJ juga telah
membuat pendidikan di negeri ini kian mengalami kesenjangan. Tidak meratanya
akses pendidikan pada setiap daerah disinyalir menjadi landasan kuat pemicu hal
ini terjadi. Selain itu para guru juga mengalami “kegalauan” akibat pelaksanaan
PJJ secara mendadak. Minimnya kapasitas guru dalam mengelola dan mengawal PJJ
membuat pendidikan menjadi semakin surut. Tak dapat dipungkiri, pendidikan
selama ini masih cenderung menitikberatkan pada penerapan kelas konvensional,
dimana pembelajaran akan berlangsung hanya ketika ada guru dan siswa di dalam
kelas. Sebaliknya, pembelajaran mandiri yang bersifat individual sangat jarang
dibiasakan, sehingga siswa sebagai subjek pendidikan minim kemandirian dalam
mengelola pembelajaran.
Senada dengan permasalahan di
atas, guru juga mengalami hambatan yang cukup berarti selama pelaksanaan PJJ.
Minimnya kemampuan guru –terutama pada pengintegrasian teknologi dalam
pendidikan– membuat PJJ tak dapat terlaksana dengan mulus. Hal ini tidak mengherankan,
mengingat selama ini pengembangan kapasitas guru masih hanya sebatas wacana,
jika pun dilaksanakan masih dalam hal-hal yang bersifat administratif semata.
Sangat jarang ditemukan adanya kegiatan peningkatan kapasitas guru yang
bertumpu pada teknis pelaksanaan pembelajaran, serta bagaimana penerapan
teknologi dalam pembelajaran. Sehingga ketika sekolah harus ditutup dan guru
harus melaksanakan pembelajaran tanpa tatap muka, banyak pihak yang kemudian
tidak siap akan hal ini.
Buku ini hadir untuk mengupas dan membahas berbagai fenomena yang terjadi ketika pelaksanaan pendidikan ditengah pandemi covid-19. Berbagai permasalahan yang dialami guru, siswa, dan tentunya orang tua ikut menjadi topik-topik menarik yang disajikan penulis melalui buku ini. Penutupan sekolah dalam waktu panjang sebagai antisipasi penyebaran covid-19 membuat penulis –sebagai guru– ikut menorehkan catatan-catatan pengalaman menjalankan pendidikan yang kemudian dituangkan dalam buku sederhana ini. Semoga catatan sederhana penulis ini dapat menjadi penambah khasanah ilmu pengetahuan bagi para pembaca sekalian, dan tentunya menjadi bahan renungan untuk kemudian kita –para guru dan siswa– melakukan intropeksi dalam rangka memperbaiki pelaksanaan pendidikan kedepan.
Terakhir, buku ini masih sangat jauh dari kata sempurna. Penulis berharap apa yang tidak sempat dibahas dalam buku ini dapat dipelajari dan ditelusuri dalam buku lain, sehingga pemahaman para pembaca mengenai topik yang dibahas dalam buku ini menjadi lebih lengkap. Selamat membaca dan menyelami setiap butiran ilmu di dalam buku ini. Apapun yang dirasa bermanfaat semoga dapat diaplikasikan dalam menjalankan roda pendidikan kedepan, dengan begitu pemahaman para pembaca tentang pembahasan dalam buku ini menjadi sempurna. The good life is one inspired by love and guided by knowledge. –Bertrand Russel
Simak
ulasan lengkapnya dalam buku Veni Vidi Vici: Seni Guru dalam Menaklukkan
Pandemi Karya Azwar Anas






Luar biasa...sangat menginspirasi
BalasHapusKarya yang sangat luar biasa Pak Anas, Dimana dengan adanya pandemi Corona tersebut menjadikan kita guru yang kreatif dan inovatif dalam proses pembelajaran.
BalasHapusSangat Luar biasa pak, menarik untuk di baca..Terus berkarya, ditunggu karya menarik lainnya...
BalasHapus